Rabu, 01 April 2015

Pencegahan Ledakan Gas dan Debu Batubara di Tambang Batubara



PENCEGAHAN LEDAKAN GAS DAN DEBU BATUBARA
DI TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH




TUGAS VENTILASI TAMBANG


Dibuat sebagai tugas mata kuliah Ventilasi Tambang pada Jurusan
Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya


Oleh:

Deni Pradesta
03121402050




UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2015








BAB I
PENDAHULUAN




I.1  Latar belakang
Tambang bawah tanah adalah metode penambangan yang kegiatannya dilakukan dibawah permukaan bumi / tidak berhubungan dengan udara diluar untuk mengambil bahan galian atau endapannya. Karena kegiatan penambangan yang dilakukan dibawah tanah tentu rentan dengan berbagai bahaya yang dapat menyebabkan cidera hingga kematian. Pada resume ini akan dijelaskan kecelakaan tambang bawah tanah yang diakibatkan oleh sistem ventilasi yang buruk.
Sistem ventilasi merupakan sesuatu hal yang penting dalam kegiatan penambangan bawah tanah, karena pada dasarnya sistem ventilasi bertujuan antara lain :
1.    Menyediakan oksigen bagi pernafasan manusia
2.    Mengencerkan gas-gas berbahaya dan beracun dalam tambang bawah tanah
3.    Menurunkan temperature udara tambang bawah tanah
4.    Mengurangi jumlah debu yang timbul akibat kegiatan produksi
Tujuan dari sistem ini juga ditunjang dengan peralatan ventilasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan kegiatan penambangan. Jika tujuan dari sistem ventilasi tersebut tidak dapat dicapai memungkinkkan untuk terjadinya kecelakaan tambang bawah tanah.
Makalah ini akan membahas tentang penyeebab dan penanganan ledakan akibat gas metan dan debu batubara pada tambang bawah tanah.

I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
1.      Menjelaskan penyebab ledakan gas dan debu batubara di tambang bawah tanah
2.      Menjelaskan pencegahan ledakan gas dan debu batu bara di tambang bawah tanah
      3.   Mengetahui pemicu ledakan di tambang bawah tanah










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA




Peristiwa ledakan gas metana di tambang rakyat di Sijunjung, Sumatera Barat pada tanggal 16 Juni lalu yang menelan korban tewas sebanyak 33 orang, boleh jadi merupakan catatan terburuk kecelakaan tambang batubara di Indonesia. Kejadian ini menurut penulis adalah puncak dari keteledoran pihak – pihak berwenang sehubungan dengan tidak tuntasnya penanganan masalah keselamatan tambang batubara bawah tanah yang pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya, diantaranya adalah kebakaran di tambang dalam PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit Pertambangan Ombilin di Sawahlunto pada pertengahan Januari 2006, serta ledakan gas yang mengguncang kota Sawahlunto hingga radius 20 km pada tahun 2002.
Beberapa kejadian di atas serta berita – berita tentang kecelakaan tambang batubara bawah tanah di Cina, mungkin akan memunculkan persepsi yang kurang baik di masyarakat tentang tambang dalam (underground). Padahal, tambang dalam merupakan alternatif metode penambangan yang diharapkan apabila cadangan yang dapat ditambang secara ekonomis melalui penambangan terbuka (open cut) semakin menipis. Melalui pelajaran dari beberapa bencana yang telah terjadi, tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik tambang dalam, sehingga masyarakat mendapatkan gambaran mendasar tentang operasional tambang dalam yang benar.
Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur karbon akan semakin banyak seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Adapun gas – gas yang terbentuk yaitu metana, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas – gas lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah – celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara. Secara teoretis, jumlah gas metana yang terkumpul pada proses terbentuknya batubara bervolume 1 ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung sampai ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran, atau karena penggalian (penambangan).
Gas – gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan bahkan sampai menyebabkan kondisi yang fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering dijumpai adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2).
CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0.967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar (spontaneous combustion), kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal pada mesin, dan lain – lain. Gas ini sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240 ~ 300 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13 ~ 72%.
Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metana (CH4). Metana adalah gas ringan dengan berat jenis 0.558, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metana harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metana dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5 ~ 15%, dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9.5% dan ketika terdapat sumber api yang memicunya.
Ketika meledak di udara, gas metana akan mengalami pembakaran sempurna pada saat konsentrasinya antara 5% sampai dengan 9.5%, menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Jika volume udara pada saat itu konstan, maka suhu udara akan mencapai 22000C dengan tekanan 9 atm. Sebaliknya, bila tekanannya konstan maka suhunya hanya akan mencapai 18000C saja. Sedangkan angin ledakan yang timbul, biasanya berkecepatan sekitar 300m/detik. Dari keadaan ini dapatlah dipahami bila para korban ledakan gas metana biasanya tubuhnya akan hangus terbakar.
Jika ledakan terjadi ketika kadar gas metana lebih dari 9.5%, akan berlangsung pula pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan karbon monoksida (CO), yang akan menyebar ke seluruh lorong penambangan mengikuti arah angin ventilasi. Bencana seperti ini akan berdampak lebih buruk bila dibandingkan dengan sekedar ledakan gas saja, karena munculnya bencana susulan berupa keracunan gas CO. Peristiwa ini pernah terjadi di tambang batubara Mitsui Miike di Jepang pada awal November 1963, dengan korban mencapai 458 orang. Dari jumlah itu, korban langsung akibat ledakan itu hanya beberapa puluh saja, sedangkan sisanya adalah akibat keracunan gas CO. Selain itu, tidak sedikit pula pekerja yang mengalami kerusakan jaringan otak sehingga mengalami gangguan fungsi saraf seumur hidupnya.
Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menyingkirkan gas – gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para pekerja tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dan lain – lain.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation/development), serta ruangan mesin dan listrik





























BAB III
DASAR TEORI
III.1 Bahan yang mudah meledak
Secara umum kebakaran dapat terjadi bila dipenuhi tiga unsur pemicu kebakaran itu, yakni adanya api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan dapat terjadi jika ada 5 syarat yang terpenuhi, yakni ada panas (heat), bahan bakar (fuel), udara (oxygen), ruang terisolasi (confinement), dan ada tahanan (suspension). Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut.

Gambar 2.1 Segilima Ledakan
Terdapat 2 bahan yang mudah meledak yaitu berupa gas dan debu batubara.
a.    Gas yang dapat meledak (Explosive gas)
Kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah berupa kebakaran dan ledakan disebabkan adanya gas methan (CH4). Gas methan yang terdapat dari batubara kadarnya bervariasi, yakni:
1.   Batubara coklat dan antrasit (brown coal and anthracite) umumnya sedikit gas methan, sedangkan pada batubara bituminous dan sub bituminous lebih banyak.
2.   Batubara keras/padat (hard and dense coal) sedikit gas methan, sedangkan batubara lunak (brittle coal) lebih banyak.
3.   Batubara yang pengendapannya terganggu (high volatile matter) mungkin sangat banyak melepaskan gas methan.
4.   Lapisan batubara pada patahan (faults) dan lipatan (folds) atau rekahan mungkin banyak melepaskan gas methan.
5.   Bagian atas (roof) dan bagian bawah (floor) terbentuk dari serpihan material lempungan yang tahan api (impermeable clay shale) dapat mengeluarkan banyak gas methan, sedangkan pada lapisan endapan pasir kasar akan sedikit gas methan yang dilepaskan.
6.   Semakin dalam letak lapisan batubara dari permukaan tanah, akan semakin banyak gas methan yang dapat keluar dari padanya, hal inidisebabkan oleh adanya tekanan dan panas yang semakin tinggi.
Pada umumnya pelepasan gas methan dari lapisan batubara itu dapat berupa pelepasan bebas, pemancaran (emission), dan keluar dari celah bebatuan (outburst).
Gas methan yang keluar dari batubara teremisi ke udara di sekitarnya. Karena gas ini lebih ringan dari udara, maka dia berada pada bahagian atas (langit-langit terowongan). Gas ini cenderung berada pada bahagian akhir lobang bukaan tambang bawah tanah (tail gate of the longwall face), lobang naik (raise end), dan bahagian atap (caved roofs).
b.    Debu batubara
Debu batubara adalah material batubara yang terbentuk bubuk (powder), yang  berasal dari hancuran batubara ketika terjadi pemrosesannya(breaking, blending, transporting, and weathering). Debu batubara yang dapat meledak adalah  apabila debu itu terambangkan di udara sekitarnya.
Pemisahan (breaking) secara kering dengan cara peledakan penggaruan dapat menimbulkan debu yang banyak. Debu batubara juga dapat terbentuk pada proses penggilingan dan ketika pencampurannya serta pengangkutan. Disamping itu proses pelapukan alami batubara juga dapat menjadi sumber terbentuknya debu batubara tersebut.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa debu batubara akan terbentuk dalam jumlah yang cukup banyak kalau operasi penambangan dilakukan dalam proses yang kering. Sebaliknya jika dilakukan penambangan dengan sistem penyiraman air yang cukup, debu yang terbentuk akan terendapkan pada lantai kerja.
Ledakan debu batubara menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal.
Tekanan udara yang terjadi akan bervariasi tergantung pada karakteristik dan jumlah debu batubaranya. Tekanan itu biasanya ada antara 2 – 4 kg/cm2. Pada ledakan yang sangat kuat (high explosive), kecepatan ledakan dapat mencapai 1000 m/detik (jauh lebih tinggi dari kecepatan suara).
Bila akumulasi debu batubara yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga debu batubara itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan debu batubara dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Jika pada proses pertama itu terjadi ledakan disertai kebakaran, sisa debu batubara yang masih tertambat di atas lantai atau pada langit-langit dan dinding terowongan akan tertiup dan terangkat pula ke udara, lalu debu itu pun akan meledak. Demikianlah seterusnya, bahwa dalam tambang itu akan terjadi ledakan beruntun sampai habis semua debu batubara terakar. Ledakan itu akan menyambar ke mana-mana, sehingga dapat menjalari seluruh lokasi dalam tambang itu dan menimbulkan kerusakan yang sangat dahsyat.

III.2 Udara Tambang
Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari ; Nitrogen, Oksigen, Karbondioksida, Argon dan Gas-gas lain seperti terlihat pada tabel III.1
TABEL III.1
Komposisi Udara

Unsur
Persen Volume (%)
Persen Berat
(%)

Nitrogen (N2)
Oksigen (O2)
Karbondioksida (CO2)
Argon (Ar), dll

78,09
20,95
0.03
0,93

75,53
23,14
0,046
1,284
Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar normal terdiri dari :
                  Nitrogen = 79% dan
                  Oksigen = 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu mengandung karbondioksida (CO2) sebesar 0,03%.
Demikian pula perlu diingat bahwa udara dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak pernah ada udara yang benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada istilah kelembaban udara.
III.3  Pemicu ledakan
Sumber utama dari debu batubara adalah
a.       Peledakan lapisan batubara
b.      Pemotongan lapisan BB oleh mesin drum cutter, continous miner, road header dll.
c.       Transfer point conveyor (belt conveyor, chain conveyor).
d.      Saat transportasi BB menuju permukaan
Pemicu dari ledakan gas adalah
a.       Peledakan (kelebihan bahan peledak, kekurangan stemming).
b.      Listrik (sambungan kabel buruk, isolasi rendah, listrik statis).
c.       Lampu listrik.
d.      Rokok (api).
e.       Swabakar (panas api)
f.       Bunga api (patahan penyangga, lentingan batu)
III.4  Potensi Ledakan Gas Methan dan Debu Batubara
Berikut ini dijelaskan bagaimana komposisi masing-masing bahan tersebut, sehingga terjadi ledakan tambang :
a.       Konsentrat gas methan
Gas methan dapat meledak pada konsentrasi antara 5 – 15% di udara sekitarnya pada tekanan normal. Sedangkan ledakan terbesar dan berbahaya akan terjadi pada konsentrasi 9,5%.
b.      Pengaruh debu tertahan
Bila debu batubara, yang butirannya sangat halus, dengan konsentrasi 10,3 gram/m3 volume udara, beterbangan ke udara sekitarnya, membentuk awan debu batubara, dan jika pada saat bersamaan ada pijaran bunga api, maka akan terjadi ledakan debu batubara itu.

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan bahwa konsentrasi campuran antara debu batubara dengan gas methan yang dapat meledak adalah sebagai tertera pada tabel.

Tabel III.2 Konsentrasi Minimum campuran Gas Methan dan Debu Batubara yang Dapat Meledak
Jumlah Debu Batubara(gr/m3)
0,00
10,3
17,4
27,9
37,7
47,8
Konsentrasi Gas Methan (%)
4,85
3,70
3,00
1,70
0,60
0,00

Apabila terjadi campuran antara udara dan gas methan dan di sana terjadi pijaran api, maka pertama akan terjadi kebakaran. Proses kebakaran ini menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan uap air dengan reaksi kimia : CH4 + 2O2 = CO2 + 2H2O.
Ledakan akan timbul bila pada lokasi tersebut sedang ada awan debu batubara (debu batubara yang sedang beterbangan. Ledakan pada suatu lokasi akan memberikan getaran ke daerah tetangganya sehingga debu batubara yang tadinya terendapkan akan berhamburan pula, dan untuk selanjutnya akan terjadi lagi ledakan beruntun sampai semua bahan potensial ledakan habis terbakar dan meledak.
Bila jumlah oksigen berkurang, gas akan terbakar secara tidak sempurna menghasilkan karbon monoksida (CO) yang sangat beracun, hydrogen (H), dan air (H2O). Reaksi kimianya: CH4 + O2 = CO + H2 + H2O
·       Statistik Ledakan Gas Dan Debu Batubara

Tabel III.3 Statistik Kecelakaan Ledakan Tambang Berdasarkan Penyebabnya
Penyebab
Jumlah Kejadian
Persentase
Peledakan (blasting)
Swabakar (spontaneous combustion)
Peralatan listrik (Electricity)
Nyala api (naked flame)
Gesekan (friction)
Tidak diketahui (unknown)
80
22
103
100
15
24
23,2
6,4
29,9
29,1
4,4
7,0
Total
344
100,0

Tabel III.4. Statistik Kecelakaan Ledakan Tambang
Lokasi
Jumlah Kejadian
Persentase
Lubang naik (raise)
Daerah kerja (working face)
Lapisan batubara (coal seam)
Terowongan silang (main crosscut)
Kemiringan (slop)
Jalur keluar tambang (mined out area)
Ruang fasilitas mekanik
Lubang masuk (main entry)
Lubang miring (inclined shaft)
Terowongan silang (crosscut)
Lubang vertikal (vertical shaft)
Lainnyaa
114
70
64
21
16
13
12
8
6
6
6
6
33,2
20,4
18,6
6,1
4,7
3,8
3,5
2,3
1,7
1,7
1,7
1,7
Total
344
100,0



III. 5 Pecegahan Ledakan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas dan debu batubara, perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut.
Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan batubara ini adalah:
a.       Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
    • Gas-gas dan debu batubara yang mudah terbakar/meledak
    • Karakteristik gas dan debu batubara
    • Sumber pemicu kebakaran/ledakan
b.       Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
    • Pengukuran konsentrasi gas dan debu batubara
    • Pengontrolan sistem ventilasi tambang
    • Pengaliran gas (gas drainage)
    • Penggunaan alat ukur gas dan debu batubara yang handal
    • Penyiraman air (sprinkling water)
    • Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
c.        Teknik pencegahan ledakan tambang
    • Penyiraman air (water sprinkling)
    • Penaburan debu batu (rock dusting)
    • Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
d.       Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
    • Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
    • Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
    • Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
e.        Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
    • Pemisahan rute (jalur) ventilasi
    • Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas atau debu batubara tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.



BAB IV
KESIMPULAN



1.      Penyebab ledakan tambang bawah disebabkan oleh gas metan dan debu batubara
2.      Gas metan dapat menghasilka ledakan besar jika konsentrasinya lebih dari 5-15% dari jumlah gas di tambang bawah tanah
3.      Debu batubara berbahaya dan dapat meledak jika konsentrasinya 50 gr/m3
4.      Sistem ventilasi yang buruk dapat menjadi penyebab utama terjadinya ledakan di tambang bawah tanah























DAFTAR PUSTAKA



Agusti, 2012. Ledakan Tambang Batubara. https://ariagusti.wordpress.com/2010/10/17/ledakan-tambang-batubara/
Wiwin, Pertiwi. 2011. Kecelakaan Tambang Bawah Tanah Yang Diakibatkan Oleh sistem Ventilasi yang Buruk. https://id.scribd.com/doc/241982615/Kecelakaan-Tambang-Bawah-Tanah-yang-Diakibatkan-Sistem-Ventilasi-yang-Buruk
Zulman, 2013. Tambang bawah tanah. https://id.scribd.com/doc/211666811/146505553-Tambang-Bawah-Tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar