PENCEGAHAN
LEDAKAN GAS DAN DEBU BATUBARA
DI
TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH
TUGAS
VENTILASI TAMBANG
Dibuat sebagai tugas mata kuliah Ventilasi Tambang pada
Jurusan
Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
Oleh:
Deni Pradesta
03121402050
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
FAKULTAS
TEKNIK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
belakang
Tambang bawah tanah adalah metode
penambangan yang kegiatannya dilakukan dibawah permukaan bumi / tidak
berhubungan dengan udara diluar untuk mengambil bahan galian atau endapannya.
Karena kegiatan penambangan yang dilakukan dibawah tanah tentu rentan dengan
berbagai bahaya yang dapat menyebabkan cidera hingga kematian. Pada resume ini
akan dijelaskan kecelakaan tambang bawah tanah yang diakibatkan oleh sistem
ventilasi yang buruk.
Sistem ventilasi merupakan sesuatu hal
yang penting dalam kegiatan penambangan bawah tanah, karena pada dasarnya
sistem ventilasi bertujuan antara lain :
1.
Menyediakan
oksigen bagi pernafasan manusia
2.
Mengencerkan
gas-gas berbahaya dan beracun dalam tambang bawah tanah
3.
Menurunkan
temperature udara tambang bawah tanah
4.
Mengurangi
jumlah debu yang timbul akibat kegiatan produksi
Tujuan dari sistem ini juga ditunjang
dengan peralatan ventilasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan kegiatan
penambangan. Jika tujuan dari sistem ventilasi tersebut tidak dapat dicapai
memungkinkkan untuk terjadinya kecelakaan tambang bawah tanah.
Makalah ini akan membahas tentang
penyeebab dan penanganan ledakan akibat gas metan dan debu batubara pada
tambang bawah tanah.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah
1.
Menjelaskan
penyebab ledakan gas dan debu batubara di tambang bawah tanah
2.
Menjelaskan
pencegahan ledakan gas dan debu batu bara di tambang bawah tanah
3. Mengetahui pemicu ledakan di tambang bawah
tanah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peristiwa ledakan gas metana di
tambang rakyat di Sijunjung, Sumatera Barat pada tanggal 16 Juni lalu yang
menelan korban tewas sebanyak 33 orang, boleh jadi merupakan catatan terburuk
kecelakaan tambang batubara di Indonesia. Kejadian ini menurut penulis adalah
puncak dari keteledoran pihak – pihak berwenang sehubungan dengan tidak
tuntasnya penanganan masalah keselamatan tambang batubara bawah tanah yang
pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya, diantaranya adalah kebakaran di
tambang dalam PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit Pertambangan Ombilin di
Sawahlunto pada pertengahan Januari 2006, serta ledakan gas yang mengguncang
kota Sawahlunto hingga radius 20 km pada tahun 2002.
Beberapa kejadian di atas serta
berita – berita tentang kecelakaan tambang batubara bawah tanah di Cina,
mungkin akan memunculkan persepsi yang kurang baik di masyarakat tentang
tambang dalam (underground). Padahal, tambang dalam merupakan
alternatif metode penambangan yang diharapkan apabila cadangan yang dapat
ditambang secara ekonomis melalui penambangan terbuka (open cut)
semakin menipis. Melalui pelajaran dari beberapa bencana yang telah terjadi,
tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan karakteristik tambang dalam, sehingga
masyarakat mendapatkan gambaran mendasar tentang operasional tambang dalam yang
benar.
Batubara terbentuk dari
tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun, dapat berjenis lignit, sub-bituminus,
bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami.
Konsentrasi unsur karbon akan semakin banyak seiring dengan tingkat
pembatubaraan yang semakin berlanjut. Adapun gas – gas yang terbentuk yaitu
metana, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas – gas lain yang
menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah – celah batuan yang ada di
sekitar lapisan batubara. Secara teoretis, jumlah gas metana yang terkumpul pada
proses terbentuknya batubara bervolume 1 ton adalah 300m3. Kondisi
terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung sampai ketika lapisan batubara
atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti
longsoran, atau karena penggalian (penambangan).
Gas – gas yang muncul di
tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous
gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah
gas yang dapat mempengaruhi kesehatan bahkan sampai menyebabkan kondisi yang
fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi
menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
Pada tambang dalam, gas
berbahaya yang sering dijumpai adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang
dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S),
sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2).
CO adalah gas tak berwarna, tak
berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0.967. Pada udara biasa,
konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata
di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu,
swabakar (spontaneous combustion), kebakaran dalam tambang, peledakan
(blasting), pembakaran internal pada mesin, dan lain – lain. Gas ini
sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240 ~ 300
kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini
sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13 ~
72%.
Untuk gas mudah nyala pada
tambang batubara, sebagian besar adalah gas metana (CH4). Metana
adalah gas ringan dengan berat jenis 0.558, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat
terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan.
Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metana harus selalu dikontrol terkait
dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metana dapat terbakar dan meledak
ketika kadarnya di udara sekitar 5 ~ 15%, dengan ledakan paling hebat pada saat
konsentrasinya 9.5% dan ketika terdapat sumber api yang memicunya.
Ketika meledak di udara, gas
metana akan mengalami pembakaran sempurna pada saat konsentrasinya antara 5%
sampai dengan 9.5%, menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Jika volume
udara pada saat itu konstan, maka suhu udara akan mencapai 22000C
dengan tekanan 9 atm. Sebaliknya, bila tekanannya konstan maka suhunya hanya
akan mencapai 18000C saja. Sedangkan angin ledakan yang timbul,
biasanya berkecepatan sekitar 300m/detik. Dari keadaan ini dapatlah dipahami
bila para korban ledakan gas metana biasanya tubuhnya akan hangus terbakar.
Jika ledakan terjadi ketika
kadar gas metana lebih dari 9.5%, akan berlangsung pula pembakaran tidak
sempurna yang menghasilkan karbon monoksida (CO), yang akan menyebar ke seluruh
lorong penambangan mengikuti arah angin ventilasi. Bencana seperti ini akan
berdampak lebih buruk bila dibandingkan dengan sekedar ledakan gas saja, karena
munculnya bencana susulan berupa keracunan gas CO. Peristiwa ini pernah terjadi
di tambang batubara Mitsui Miike di Jepang pada awal November 1963, dengan
korban mencapai 458 orang. Dari jumlah itu, korban langsung akibat ledakan itu
hanya beberapa puluh saja, sedangkan sisanya adalah akibat keracunan gas CO.
Selain itu, tidak sedikit pula pekerja yang mengalami kerusakan jaringan otak
sehingga mengalami gangguan fungsi saraf seumur hidupnya.
Untuk menangani permasalahan
gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan
menyingkirkan gas – gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari
ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para pekerja
tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang
akibat panas bumi, panas oksidasi, dan lain – lain.
Dengan memperhatikan ketiga
tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus
diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang
cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working
face), lokasi penggalian maju (excavation/development),
serta ruangan mesin dan listrik
BAB III
DASAR TEORI
III.1 Bahan yang mudah meledak
Secara
umum kebakaran dapat terjadi bila dipenuhi tiga unsur pemicu kebakaran itu,
yakni adanya api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan
dapat terjadi jika ada 5 syarat yang terpenuhi, yakni ada panas (heat), bahan
bakar (fuel), udara (oxygen), ruang terisolasi (confinement), dan ada tahanan
(suspension). Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut.
Gambar
2.1 Segilima Ledakan
Terdapat 2 bahan
yang mudah meledak yaitu berupa gas dan debu batubara.
a.
Gas yang dapat meledak (Explosive gas)
Kecelakaan
kerja pada tambang batubara bawah tanah berupa kebakaran dan ledakan disebabkan
adanya gas methan (CH4). Gas
methan yang terdapat dari batubara kadarnya bervariasi, yakni:
1.
Batubara coklat dan antrasit (brown coal and anthracite)
umumnya sedikit gas methan, sedangkan pada batubara bituminous dan sub
bituminous lebih banyak.
2.
Batubara keras/padat (hard and dense coal) sedikit gas
methan, sedangkan batubara lunak (brittle coal) lebih banyak.
3.
Batubara yang pengendapannya terganggu (high volatile
matter) mungkin sangat banyak melepaskan gas methan.
4.
Lapisan batubara pada patahan (faults) dan lipatan (folds)
atau rekahan mungkin banyak melepaskan gas methan.
5.
Bagian atas (roof) dan bagian bawah (floor)
terbentuk dari serpihan material lempungan yang tahan api (impermeable clay
shale) dapat mengeluarkan banyak gas methan, sedangkan pada lapisan endapan
pasir kasar akan sedikit gas methan yang dilepaskan.
6.
Semakin dalam letak lapisan batubara dari permukaan tanah,
akan semakin banyak gas methan yang dapat keluar dari padanya, hal inidisebabkan
oleh adanya tekanan dan panas yang semakin tinggi.
Pada umumnya pelepasan gas methan dari lapisan batubara
itu dapat berupa pelepasan bebas, pemancaran (emission), dan keluar dari
celah bebatuan (outburst).
Gas methan yang keluar dari batubara teremisi ke udara
di sekitarnya. Karena gas ini lebih ringan dari udara, maka dia berada pada
bahagian atas (langit-langit terowongan). Gas ini cenderung berada pada
bahagian akhir lobang bukaan tambang bawah tanah (tail gate of the longwall
face), lobang naik (raise end), dan bahagian atap (caved roofs).
b. Debu batubara
Debu batubara
adalah material batubara yang terbentuk bubuk (powder), yang berasal dari hancuran batubara ketika terjadi
pemrosesannya(breaking, blending, transporting, and weathering). Debu batubara yang dapat meledak
adalah apabila debu itu terambangkan di udara
sekitarnya.
Pemisahan (breaking) secara kering dengan cara
peledakan penggaruan dapat menimbulkan debu yang banyak. Debu batubara juga
dapat terbentuk pada proses penggilingan dan ketika pencampurannya serta
pengangkutan. Disamping itu proses pelapukan alami batubara juga dapat menjadi
sumber terbentuknya debu batubara tersebut.
Seperti telah
dijelaskan di atas, bahwa debu batubara akan terbentuk dalam jumlah yang cukup
banyak kalau operasi penambangan dilakukan dalam proses yang kering. Sebaliknya
jika dilakukan penambangan dengan sistem penyiraman air yang cukup, debu yang
terbentuk akan terendapkan pada lantai kerja.
Ledakan debu batubara menimbulkan
tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan
diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang
turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang
fatal.
Tekanan udara yang terjadi akan bervariasi tergantung
pada karakteristik dan jumlah debu batubaranya. Tekanan itu biasanya ada antara
2 – 4 kg/cm2. Pada ledakan yang sangat kuat (high explosive),
kecepatan ledakan dapat mencapai 1000 m/detik (jauh lebih tinggi dari kecepatan
suara).
Bila akumulasi debu batubara yang tertahan dalam
terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan
oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor
dan sejenisnya, sehingga debu batubara itu terangkat ke udara (beterbangan) dan
kemudian membentuk awan debu batubara dalam kondisi batas ledak (explosive
limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang
diiringi oleh kebakaran.
Jika pada proses pertama itu terjadi ledakan disertai
kebakaran, sisa debu batubara yang masih tertambat di atas lantai atau pada
langit-langit dan dinding terowongan akan tertiup dan terangkat pula ke udara,
lalu debu itu pun akan meledak. Demikianlah seterusnya, bahwa dalam tambang itu
akan terjadi ledakan beruntun sampai habis semua debu batubara terakar. Ledakan
itu akan menyambar ke mana-mana, sehingga dapat menjalari seluruh lokasi dalam
tambang itu dan menimbulkan kerusakan yang sangat dahsyat.
III.2 Udara Tambang
Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang
terdiri dari ; Nitrogen, Oksigen,
Karbondioksida, Argon dan Gas-gas lain seperti terlihat pada tabel III.1
TABEL III.1
Komposisi Udara
Unsur
|
Persen Volume (%)
|
Persen
Berat
(%)
|
Nitrogen (N2)
Oksigen (O2)
Karbondioksida (CO2)
Argon (Ar), dll
|
78,09
20,95
0.03
0,93
|
75,53
23,14
0,046
1,284
|
Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar
normal terdiri dari :
Nitrogen
= 79% dan
Oksigen
= 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan
selalu mengandung karbondioksida (CO2) sebesar 0,03%.
Demikian pula perlu diingat bahwa udara dalam ventilasi tambang selalu
mengandung uap air dan tidak pernah ada udara yang benar-benar kering. Oleh
karena itu akan selalu ada istilah kelembaban udara.
III.3 Pemicu ledakan
Sumber
utama dari debu batubara adalah
a.
Peledakan
lapisan batubara
b.
Pemotongan
lapisan BB oleh mesin drum cutter, continous miner, road header dll.
c.
Transfer
point conveyor (belt conveyor, chain conveyor).
d.
Saat
transportasi BB menuju permukaan
Pemicu dari ledakan gas adalah
a.
Peledakan
(kelebihan bahan peledak, kekurangan stemming).
b.
Listrik
(sambungan kabel buruk, isolasi rendah, listrik statis).
c.
Lampu
listrik.
d.
Rokok
(api).
e.
Swabakar
(panas api)
f.
Bunga api
(patahan penyangga, lentingan batu)
III.4 Potensi Ledakan Gas Methan dan Debu Batubara
Berikut ini dijelaskan bagaimana komposisi
masing-masing bahan tersebut, sehingga terjadi ledakan tambang :
a.
Konsentrat
gas methan
Gas methan dapat meledak pada konsentrasi antara 5 –
15% di udara sekitarnya pada tekanan normal. Sedangkan ledakan terbesar dan
berbahaya akan terjadi pada konsentrasi 9,5%.
b.
Pengaruh
debu tertahan
Bila debu batubara, yang butirannya sangat halus, dengan
konsentrasi 10,3 gram/m3 volume udara, beterbangan ke udara
sekitarnya, membentuk awan debu batubara, dan jika pada saat bersamaan ada
pijaran bunga api, maka akan terjadi ledakan debu batubara itu.
Berdasarkan
hasil percobaan, didapatkan bahwa konsentrasi campuran antara debu batubara
dengan gas methan yang dapat meledak adalah sebagai tertera pada tabel.
Tabel III.2 Konsentrasi Minimum campuran Gas
Methan dan Debu Batubara yang Dapat Meledak
Jumlah Debu Batubara(gr/m3)
|
0,00
|
10,3
|
17,4
|
27,9
|
37,7
|
47,8
|
Konsentrasi
Gas Methan (%)
|
4,85
|
3,70
|
3,00
|
1,70
|
0,60
|
0,00
|
Apabila
terjadi campuran antara udara dan gas methan dan di sana terjadi pijaran api,
maka pertama akan terjadi kebakaran. Proses kebakaran ini menghasilkan karbon
dioksida (CO2) dan uap air dengan reaksi kimia : CH4 + 2O2
= CO2 + 2H2O.
Ledakan
akan timbul bila pada lokasi tersebut sedang ada awan debu batubara (debu
batubara yang sedang beterbangan. Ledakan pada suatu lokasi akan memberikan
getaran ke daerah tetangganya sehingga debu batubara yang tadinya terendapkan
akan berhamburan pula, dan untuk selanjutnya akan terjadi lagi ledakan beruntun
sampai semua bahan potensial ledakan habis terbakar dan meledak.
Bila
jumlah oksigen berkurang, gas akan terbakar secara tidak sempurna menghasilkan
karbon monoksida (CO) yang sangat beracun, hydrogen (H), dan air (H2O).
Reaksi kimianya: CH4 + O2 = CO + H2 + H2O
·
Statistik Ledakan Gas
Dan Debu Batubara
Tabel III.3 Statistik Kecelakaan
Ledakan Tambang Berdasarkan Penyebabnya
Penyebab
|
Jumlah
Kejadian
|
Persentase
|
Peledakan (blasting)
Swabakar (spontaneous
combustion)
Peralatan listrik (Electricity)
Nyala api (naked flame)
Gesekan (friction)
Tidak diketahui (unknown)
|
80
22
103
100
15
24
|
23,2
6,4
29,9
29,1
4,4
7,0
|
Total
|
344
|
100,0
|
Tabel III.4. Statistik Kecelakaan Ledakan Tambang
Lokasi
|
Jumlah Kejadian
|
Persentase
|
Lubang
naik (raise)
Daerah
kerja (working face)
Lapisan
batubara (coal seam)
Terowongan
silang (main crosscut)
Kemiringan
(slop)
Jalur
keluar tambang (mined out area)
Ruang
fasilitas mekanik
Lubang
masuk (main entry)
Lubang
miring (inclined shaft)
Terowongan
silang (crosscut)
Lubang
vertikal (vertical shaft)
Lainnyaa
|
114
70
64
21
16
13
12
8
6
6
6
6
|
33,2
20,4
18,6
6,1
4,7
3,8
3,5
2,3
1,7
1,7
1,7
1,7
|
Total
|
344
|
100,0
|
III. 5 Pecegahan Ledakan
Guna
menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah,
terutama dalam bentuk ledakan gas dan debu batubara, perlu dilakukan tindakan
pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak
yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut.
Beberapa
hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan batubara ini adalah:
a.
Pengetahuan
dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
- Gas-gas dan debu batubara yang mudah terbakar/meledak
- Karakteristik gas dan debu batubara
- Sumber pemicu kebakaran/ledakan
b. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
- Pengukuran konsentrasi gas dan debu batubara
- Pengontrolan sistem ventilasi tambang
- Pengaliran gas (gas drainage)
- Penggunaan alat ukur gas dan debu batubara yang handal
- Penyiraman air (sprinkling water)
- Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
c.
Teknik pencegahan
ledakan tambang
- Penyiraman air (water sprinkling)
- Penaburan debu batu (rock dusting)
- Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
d. Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan,
antara lain:
- Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
- Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
- Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
e.
Tindakan pencegahan
kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
- Pemisahan rute (jalur) ventilasi
- Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran
tambang dan ledakan gas atau debu batubara tidak akan terjadi jika sistem
ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Penyebab ledakan tambang bawah
disebabkan oleh gas metan dan debu batubara
2.
Gas metan dapat menghasilka ledakan
besar jika konsentrasinya lebih dari 5-15% dari jumlah gas di tambang bawah tanah
3.
Debu batubara berbahaya dan dapat
meledak jika konsentrasinya 50 gr/m3
4.
Sistem ventilasi yang buruk dapat
menjadi penyebab utama terjadinya ledakan di tambang bawah tanah
DAFTAR PUSTAKA
Agusti, 2012. Ledakan Tambang Batubara. https://ariagusti.wordpress.com/2010/10/17/ledakan-tambang-batubara/
Wiwin, Pertiwi. 2011. Kecelakaan Tambang Bawah Tanah
Yang Diakibatkan Oleh sistem Ventilasi yang Buruk. https://id.scribd.com/doc/241982615/Kecelakaan-Tambang-Bawah-Tanah-yang-Diakibatkan-Sistem-Ventilasi-yang-Buruk
Zulman, 2013. Tambang bawah tanah. https://id.scribd.com/doc/211666811/146505553-Tambang-Bawah-Tanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar